Ask The Experts
Expert Description
Bimo Prasetio adalah seorang lawyer dan juga entrepreneur sekaligus Founder dari Smartlegal.id dan Founder dari BP Lawyers.
Sebagai informasi, Smartlegal.id adalah sebuah platform digital yang bertujuan membantu masyarakat awam hukum, pengusaha, dan pencari jasa hukum untuk mendapatkan akses terhadap informasi dan layanan jasa hukum dari praktisi hukum terbaik.
Perjalan sebagai Corporate Lawyer & Investment Lawyer dirintis dari perjalana karir yang panjang, mulai dari sebagai jurnalis, corporate lawyer, dan hingga pengalaman-pengalaman di dunia advokasi dan menangangi berbagai tansaksi bisnis dan sengketa komersial.
Question and Answer
(1)
Saat ini banyak sekali youtuber, content creator, tiktokers melakukan review terhadap produk atau layanan dari sebuah merek tanpa sepengetahuan atau izin dari pemilik produk atau merek. Menanggapi fenomena seperti ini, apakah sebenarnya mereka berhak untuk melakukan review? Bagaimana memandang hal ini dari sisi legal? (Lusi T Prandiani, Depok)
Berbagai review yang diberikan oleh para content creator dapat dilakukan karena ada hubungan kontraktual, dalam arti memang ada hubungan hukum atau kontrak bisnis antara pemilik produk dengan content creator. Tentunya berdasarkan kontrak tersebut ada hak dan kewajiban masing-masing pihak dan ada Batasan juga yang telah ditentukan.
Di sisi lain ada juga content review yang dibuat tanpa ada kontrak bisnis antara content creator dengan pemilik produk. Walau demikian, content creator tersebut tetap memiliki Batasan dalam melakukan review berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena pada prinsipnya perjanjian dapat lahir karena kesepakatan para pihak dan juga lahir karena undang-undang. Maksudnya, sudah ada batasan yang digariskan oleh undang-undang bagi para content creator dalam melakukan review product.
Para content creator yang tidak terikat Kerjasama dengan pemilik produk, tentunya mereka akan memposisikan diri mereka sebagai konsumen yang membeli produk dan memberikan komentar atau testimoninya terhadap produk tersebut. Batasan yang perlu diperhatikan, sebagai reviewer, konsumen pun tetap harus menjaga komentarnya agar tidak tendensius atau menghina produk tersebut dengan tujuan untuk menjatuhkan citra dari merek dari produk tersebut. Konsumen harus memahami hak nya berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, namun juga harus memperhatikan ketentuan pidana dalam UU ITE dan KUHP.
Adapun hak dari konsumen berdasarkan UU Perlindungan konsumen:
1. Konsumen berhak untuk mendapatkan perlakukan dan pelayanan yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
2. Konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya terkait produk atau jasa yang sudah dibeli.
3. Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan produk maupun jasa.
Di sisi lain ada pasal 310 tentang penghinaan di KUHP yang harus diperhatikan. Kemudian, dalam UU ITE, setiap orang dilarang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang :
1. Memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. Memiliki muatan perjudian.
3. Memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
5. Hoax kemudian mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
6. Berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Dengan demikian, content creator yang melakukan review terhadap produk di luar kontrak Kerjasama dengan pemilik produk atau brand owner, harus memperhatikan Batasan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terkena sanksi hukum.
Salam sukses!
(2)
Kami ingin mendaftarkan merek dagang kami di bidang waralaba kuliner tetapi kami ragu karena bisnis ini baru saja kami rintis. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan daftar merek dagang? Apa saja yang dibutukan? Berapa biayanya? dan Kemana harus dilakukan? (Arben, Depok)
Halo Bapak Arben,
Waktu yang tepat mendaftarkan merek adalah sebelum didaftarkan oleh pihak lain. Karena azas dalam rezim merek adalah first to file, siapa yang mendaftarkan dahulu maka mendapatkan perlindungan hukum. Sehingga, apabila anda ingin mendaftarkan merek Ketika bisnis anda sudah berhasil, kita tidak akan pernah tahu apakah saat itu anda masih bisa mendaftarkan merek tersebut. Karena bisa saja pihak lain menggunakan merek yang sama dan mendaftarkan merek lebih dulu.
Apalagi banyak pihak yang beritikad tidak baik atau kompetitor yang dapat mendaftarkan merek lebih dulu karena melihat potensi dari bisnis tersebut. Dan Ketika anda ingin mendaftarkan, saat itu sudah terlambat. Dan anda hanya bisa memilih untuk membeli merek dari mereka atau mengganti merek tersebut.
Jika merek anda mulai dikenal orang dan anda harus ganti merek, tentu hal ini akan sangat merugikan.
Anda dapat mendaftarkan merek secara langsung ke web Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI) yaitu www.dgip.go.id atau menggunakan jasa konsultan. Yang harus diperhatikan adalah, merek yang didaftarkan harus sesuai kaidah merek agar tidak ditolak. Jangan sampai setelah anda daftarkan, ternyata kemudian merek anda memiliki unsur persamaan dengan merek pihak lain atau bahkan ditolak oleh DJKI. Oleh karena itu anda dapat menggunakan jasa konsultan untuk mendapatkan advis agar merek anda dapat didaftarkan.
Untuk biaya PNBP pendaftaran merek umum adalah 1,8 juta rupiah/merek/kelas. Merek dapat didaftarkan di beberapa kelas menyesuaikan model bisnis yang Bapak milliki.
Demikian jawaban dari saya. Semoga membantu.
(3)
Tahun 2018 lalu saya mengambil salah satu usaha kuliner minuman dengan sistem kemitraan. Tahun 2020 terjadi pandemi dan hingga kini merek tersebut sudah tidak jalan lagi. Saya merasa dirugikan. Mau dilakukan somasi/tuntutan tapi rasanya akan keluar dana lagi dan tidak berguna. Apa yang sebaiknya yang harus saya lakukan saat ini? Mohon pencerahannya karena saya merasa dirugikan.
Yang menjadi tantangan ketika memutuskan bermitra dengan pemilik bisnis kemitraan adalah karakter, kredibilitas dan keberlangsungan usahanya. Karena di beberapa bisnis, ada yang sudah menawarkan kemitraan namun mereka belum terbukti profit bahkan teruji sistem yang dikembangkan.
Dalam kasus yang anda hadapi, saya tidak tahu apakah bisnis ini secara operasional dikelola pemilik bisnis tersebut atau anda selaku partner/investor. Jika anda yang menjalankan operasional bisnis tersebut secara langsung, maka anda dapat memutuskan apakah hendak melanjutkan bisnis tersebut (jika masih prospektif) atau ditutup saja dan meminta ganti rugi atau menjual aset yang ada untuk mengurangi kerugian yang dialami.
Opsi untuk menjalankan bisnis tersebut secara mandiri sebagai akibat dari wanprestasi atau ingkar janji pemilik bisnis tersebut. Sehingga, apabila anda memiliki kapasitas dan kecakapan melanjutkan bisnis tersebut, anda dapat memilih opsi ini sebagai upaya untuk menyelamatkan investasi anda. Anda dapat menunjuk profesional jika memang dirasa memungkinkan.
Namun jika opsi melanjutkan bisnis bukan menjadi pilihan, saya menganjurkan agar anda tidak usah ragu untuk mengambil langkah hukum. Anda dapat meminta ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawabannya dan meminta dibuatkan surat pengakuan hutang. Jika sampai pada waktu yang ditentukan tidak dapat dipenuhi kewajibannya, maka anda dapat menempuh gugatan sederhana di Pengadilan Negeri dimana prosesnya sederhana dan sangat cepat, hanya 25 hari saja.
Bahkan melalui gugatan sederhana, Tergugat tidak boleh menggunakan lawyer sebagai kuasa hukum karena dia harus hadir sendiri secara langsung. Adapun jika menggunakan lawyer, perannya hanya untuk mendampingi saja. Andapun juga tidak harus menggunakan jasa lawyer, karena dapat menghadiri sendiri.
Hal ini tentu akan memberikan tekanan agar Tergugat dapat segera membayar ganti rugi. Perlu dicatat, gugatan sederhana hanya dapat diajukan jika nilai kerugian yang dimintakan nilainya di bawah Rp 500juta. Untuk nilai di atas itu harus menempuh jalur perdata biasa.
Namun sebelum menempuh jalur hukum, ada baiknya bertemu dan berkomunikasi dengan pemilik mereknya terlebih dahulu untuk melakukan musyawarah mufakat untuk membicarakan permasalahan yang terjadi. Segala bentuk kerugikan yang terjadi, produk yang tidak laku, permintaan pasar yang menurun, omset yang berkurang yang disebabkan karena pandemi tentunya tidak ada yang menginginkan, termasuk pemilik mereknya. Pada saat seperti sekarang ini, tentunya pemilik merek kepalanya lebih pusing dari pada anda. Bisa jadi langkah yang bisa dilakukan pada saat yang tidak pasti adalah “tidur sejenak” hingga kondisi sudah kondusif, baru kembali bangun dan memperluas pasar.
Demikian masukan dari saya. Salam.
(4)
Bagaimana caranya agar dapat mengembangkan bisnis kita hingga keluar negeri? Apa saja yang harus dilakukan dari sisi legalitas dan butuh berapa lama untuk hal tersebut? (Fenni, Jakarta)
Halo Ibu Fenni,
Perlu dipahami, aspek legal terhadap bisnis tunduk pada ketentuan di masing-masing negara. Sehingga tidak ada standarisasi yang sama di semua negara. Namun, pada prinsipnya, semua bisnis harus memiliki perizinan karena hakikatnya izin merupakan dispensasi dari larangan.
Adapun terkait merek, ada kebijakan yang memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis yang ingin ekspansi ke negara lain. Bagi setiap negara yang menjadi peserta World Intellectual Property Organization (WIPO), berlaku ketentuan Madrid Protocol yang menjembatani proses pendaftaran merek di tiap negara anggota WIPO, yang telah meratifikasi traktat WIPO di negaranya, melalui instansi pendaftaran merek di negara asalnya. Misalnya, pelaku bisnis di Indonesia yang ingin membuka cabang di Malaysia, dapat mendaftarkan merek nya melalui Ditjen Kekayaan Intelektual dengan Madrid Protocol, tanpa harus mencari konsultan di Malaysia atau mendaftarkan merek nya di Malaysia. Sehingga pendaftaran merek menjadi lebih mudah.
Salam Sukses!