Bolehkah Mitra Menuntut Kerugian kepada Pemilik Merek Karena Pandemi?
FLEIBISNIS - Sejak Virus Corona yang disebut dengan SARS-Cov-2 sebagai penyebab pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) muncul kembali di China pada Desember 2019 dan pengumuman kasus pertama positif Corona di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu menyebabkan terbitnya peraturan pembatasan kegiatan masyarakat yang bertujuan untuk menekan penyebaran virus di masyarakat mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang masih berlaku hingga saat ini.
Adanya pembatasan kegiatan tentunya memberikan dampak bagi berbagai sektor, terutama di sektor ekonomi. Penutupan pusat perbelanjaan, pembatasan kegiatan masyarakat dan mobilitas dan juga perubahan prilaku masyarakat yang lebih cenderung untuk berdiam di rumah dan memasak sendiri memberikan dampak penjualan produk dan layanan menjadi menurun bahkan tidak ada sama sekali.
Pelaku bisnis dan pemilik bisnis dengan konsep franchise, lisensi maupun kemitraan tentunya mengalami dampak terbesar. Keuntungan yang direncanakan diawal tidak dapat tercapai. Strategi pemasaran pun harus diubah sesuai dengan perubahan dan mengaptasi keadaan yang terjadi.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh anda seorang mitra usaha yang sempat mengambil dan bekerjasama dengan pemilik bisnis dengan konsep kemitraan dan karena pandemi merek tersebut menghilang dan tidak memberikan keuntungan pada anda? Perlu diketahui bahwa Franchise dan Kemitraan memiliki perbedaan dalam sistem menjalankan bisnis. Tergantung dengan butir kerjasama antara Pemilik Merek dengan Mitranya. Informasi akan hal ini bisa dilihat pada artikel terkait di FLEIBISNIS.com.
Bimo Prasetio, Corporate & Investment Lawyer sekaligus Founder dari Smartlegal.id dan BP Lawyer mengungkapkan kepada FLEIBISNIS.com jika Mitra merasa dirugikan oleh pemilik merek maka dapat dilakukan langkah hukum sesuai dengan prosedur yang dapat dilakukan.
Dia menambahkan adalah menjadi sebuah tantangan tersendiri ketika memutuskan bermitra dengan pemilik bisnis kemitraan karena faktor karakter, kredibilitas dan keberlangsungan usaha menjadi pertimbangan penting. Beberapa bisnis, ada yang sudah ditawarkan dengan konsep kemitraan namun sebenarnya belum terbukti menguntungkan bahkan teruji sistem yang dikembangkan.
Sebelum menempuh jalur hukum ada baiknya untuk me-review kembali butir-butir kerjasama yang sudah disepakati. Perlu untuk diketahui apakah secara operasional bisnis tersebut dikelola pemilik bisnis atau oleh mitranya yang bertindak selaku partner/investor. Jika mitra yang menjalankan operasional bisnis tersebut secara langsung, maka mitra tersebut dapat memutuskan apakah hendak melanjutkan bisnis tersebut (jika masih prospektif) atau ditutup saja dan meminta ganti rugi atau menjual aset yang ada untuk mengurangi kerugian yang dialami.
Opsi lain yang bisa dilakukan adalah menjalankan bisnis tersebut secara mandiri sebagai akibat dari wanprestasi atau ingkar janji pemilik bisnis. Sehingga, apabila mitra memiliki kapasitas dan kecakapan melanjutkan bisnis tersebut, maka mitra tersebut dapat memilih opsi ini sebagai upaya untuk menyelamatkan investasi. Mitra ini dapat menunjuk profesional jika memang dirasa memungkinkan.
Jika opsi melanjutkan bisnis bukan menjadi pilihan, langkah yang bisa dilakukan adalah mengambil langkah hukum. Mitra dapat meminta ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawabannya dan meminta dibuatkan surat pengakuan hutang. Jika sampai pada waktu yang ditentukan tidak dapat dipenuhi kewajibannya, maka mitra dapat menempuh gugatan sederhana di Pengadilan Negeri dimana prosesnya sederhana dan sangat cepat, hanya 25 hari saja.
Bahkan melalui gugatan sederhana, Tergugat tidak boleh menggunakan lawyer sebagai kuasa hukum karena dia harus hadir sendiri secara langsung. Adapun jika menggunakan lawyer, perannya hanya untuk mendampingi saja. Mitra pun juga tidak harus menggunakan jasa lawyer, karena dapat menghadiri sendiri. Hal ini tentu akan memberikan tekanan agar Tergugat dapat segera membayar ganti rugi. Perlu dicatat, gugatan sederhana hanya dapat diajukan jika nilai kerugian yang dimintakan nilainya di bawah Rp 500juta. Untuk nilai di atas itu harus menempuh jalur perdata biasa.
Namun sebelum menempuh jalur hukum menurut Bimo, ada baiknya bertemu dan berkomunikasi dengan pemilik mereknya terlebih dahulu untuk melakukan musyawarah mufakat untuk membicarakan permasalahan yang terjadi dan solusi untuk kepentingan bersama. Segala bentuk kerugikan yang terjadi, produk yang tidak laku, permintaan pasar yang menurun, omset yang berkurang yang disebabkan karena pandemi tentunya tidak ada yang menginginkan, termasuk pemilik mereknya. Pada saat seperti sekarang ini, tentunya pemilik merek kepalanya lebih pusing dan kerugian yang mereka tanggung lebih besar dari seorang mitra. Bisa jadi langkah yang bisa dilakukan pada saat yang tidak pasti adalah “tidur sejenak” hingga kondisi sudah kondusif, baru kembali bersama bangun dan memperluas pasarnya. Karena pada dasarnya bisnis ini dijalankan dengan bentuk kerja bersama.